A. Supervisi klinis
Seorang supervisor pembelajaran yang
professional mampu melakukan pendekatan klinis dalam pelaksanaan tugasnya.
Kajian dan diskusi mengenai supervise klinis di bidang pendidikan makin
intensif akhir-akhir ini. Hal ini membersitkan kuatnya pengakuan atas status
supervisor klinis sebagai profesi atau setidaknya subkeahlian dari supervisor
pembelajaran. Khususnya Indonesia seharusnya pengawasan memenuhi angka kredit
untuk naik jabatan fungsional tertentu membuktikan pengakuan Negara atas
profesi ini, meski sangat mungkin substansi masih layak di perdebatkan. Upaya
untuk menemukan model atau teknik supervise pembelajaran terbaik akan terus
dilakukan, meski sangat mungkin tidak akan benar-benar berhasil menemukannya.
Tingkat kemandirian guru yang sangat
tinggi seringkali menyebabkan mereka tidak merasa perlu lagi kehadiran
supervisor. Sementara pengawas, yang karena tugas pokok dan fungsinya, merasa
memiliki otonomi untuk mensupervisi guru seperti apa pun. Pengawas memandang
aktivitas mensupervisi guru adalah haknya dan keputusan bertindak ada pada
sisinya, sedangkan guru tertentu sangat mungkin merasa tidak memerlukan lagi,
karena dia sudah memposisikan diri sebagai tenaga professional sungguhan.
Supervisi klinis di bidang
kependidikan di sini tidak hanya diilhami oleh prinsip-prinsip klinikal di
bidang kedokteran, melainkan juga beranjak dari ajaran psikolog. Di dalam
praktik klinikal yang dilakukan oleh psikolog, tindakan diagnose, terapi, dan
penyembuhan secara psikologis bukan lagi fenomena baru.
Mengikuti logika itu, pelaksanaan
supervisi klinis untuk meningkatkan
kemampuan professional guru dilakukan melalui tahapan-tahapan: (a)
praobservasi yang berisi pembicaraan dan kesempatan, antara supervisor dengan guru
mengenai apa permasalahan yang dihadapi oleh guru atau apa yang akan diamati
dan diperbaiki dari pengajaran yang dilakukan; (b) observasi, yaitu supervisor
mengamati guru dalam mengajar sesuai dengan fokus yang telah disepakati; (c)
analisis permasalahan yang dilakukan secara bersama oleh supervisor dengan guru
terhadap hasil pengamatan; dan (d) perumusan langkah-langkah perbaikan, dan
pembuatan rencana untuk perbaikan.
Perwujudan supervisi klinis memang
tidak melulu terfokus pada pengembangan professonal guru, melainkan berkaitan
juga dengan kesejahtraan, proteksi atas profesi, dan peningkatan hasil belajar
siswa.
Di bidang psikologi supervisi klinis
sudah menempuh perjalanan relative panjang. Pada tahun 1929-an, max etingon
mendirikan supervisi formal di institut psikoanalisis Berlin. Tahun 1930-an,
Rift mendirikan mendirikan sekolah Budapest yang banyak melakukan kejian
mengenai supervisi sebagai terapi.
B. Definisi Supervisi Klinis
Apa suvervisi klinis itu? suvervisi klinis adalah
bantuan professional kesejawatan oleh supervisor kepada guru yang mengalami
masalah dalam pembelajaran agar yang bersangkutan dapat mengatasi masalahnya
dengan menempuh langkah yang sistematis, dimulai dari tahap perencanaan, pengamatan
prilaku guru mengajar, analis perilaku, dan tindak lanjut. Supervisi klinis
adalah proses bantuan atau terapi professional yang berfokus pada upaya
perbaikan pembelajaran melalui proses siklikal yang sistematis dimulai dari
perencanaan, pengamatan dan analisis yang intesif terhadap penampilan guru
dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.
Dari situs www.kkh.com.sg diperoleh rumusan supervisi klinis sebagai “A formal process of professional support
and learning that enables individual practitioners to develop knowledge and
competence, assume responsibility for
their own practice in a wide range of situations”. suvervisi klinis
merupakan sebuah proses formal berbentuk dukungan professional dan belajar yang
memungkinkan individu praktis
mengembangkan pengetahuan dan kompetensi,cserta memegang tanggung jawab
bagi tindakan-tindakan praktis pada situasi yang lebih luas. Bordersr et al. (1991) merumuskan, “clinical supervision is the construction of
individualized learning plans for supervisees working with clients.”
Supervisi klinis adalah konstruksi rencana pembelajaran individual bagi yang
supervisi agar bisa bekerja efektif dengan kliennya.
C. Ciri-ciri Supervisi Klinis
Perilaku supervisi memandang masalah klien sebagai
masalah belajar. Karenanya, hal itu memerlukan dua keahlian. Pertama, identifikasi masalah. Kedua, menyeleksi teknik belajar yang
tepat (Leddick & Bernard, 1980). Guru yang disupervisi dapat berpartisipasi
sebgai ko-terapi untuk melakukan penguatan. Supervisi klinis termasuk bagian
dari supervisi pembelajaran. Perbedaannya dengan supervisi yang lain adalah
prosedur pelaksanaanya ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan
yang dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran dan kemudian langsung
diusahakan perbaikanvsupervisi klinis yang baik bercirikan seperti berikut ini.
1. Bimbingan supervisor pengajaran kepada guru bersifat
hubungan pembantuan, bukan hubungan perintah atau instruksi.
2. Kesepakatan antara guru dan supervisor tentang apa
yang dikaji dan jenis keterampilan yang paling penting merupakan hasil diskusi
bersama.
3. Instrument supervisi klinis dikembangkan dan
disepakati bersama antar guru dengan supervisor.
4. Guru melakukan persiapan dengan mengidentifikasi
aspek kelemahan-kelemahannya yang dipandang perlu diperbaiki.
5. Pelaksanaan supervisi klinis selayaknya teknik
observasi kelas
6. Umpan balik atau balikan diberikan dengan segera dan
bersifat obyektif.
7. Guru hendaknya dapat menganalisis penampilannya.
8. Supervisor lebih banyak bertanya dan mendengarkan
daripada memerintah atau mengarahkan guru.
9. Supervisor dan guru berada atau menciptakan kondisi
dalam keadaan atau suasana akrab dan terbuka.
10. Supervisor dapat digunakan untuk membentuk atau peningkatan
dan perbaikan keterampilan pembelajaran.
D. Karakteristik Supervisi Klinis
1. Perbaikan proses pembelajaran mengharuskan gruru
mempelajarari kemampuan intelektual dan keterampilan teknis. Supervisor
mendorong guru berprilaku berdasarkan kemampuan intelektual dan keterampilan
teknis yang dimilikinya.
2. Fungsi utama supervisor adalah menginformasikan
beberapa kemampuan dan keterampilan seperti : (1) kemampuan dan keterampilan
menganalisis proses pembelajaran berdasarkan hasil pengamatan, (2) kemampuan
dan keterampilan mengembangkan kurikulum, terutama bahan pembelajaran, (3)
Kemampuan dan keterampilan dalam proses pembelajaran, (4) Kemampuan dan
keterampilan guru melakukan evaluasi dan tindak lanjut
3. Berfokus pada (1) Perbaikan mutu proses dan hasil
pembelajaran, (2) Perbaikan kinerja guru pada hal-hal spesifik yang masih
memerlukan kesempurnaan, dan(3) Upaya perbaikan di dasari atas kesepakatan
bersama dan pengalaman masa lampau.
4. Hubungan pembantuan antara supervisor dengan yang
disupervisor mengedepankan dimensi kolegialitas.
5. Tindakan supervisor menemukan kelemahan atau
kekurangan guru semata-mata untuk diperuntukan bagi upaya perbaikan, buakan
utuk keperluan penilaian atas prestasi individual guru.
E. Urgensi Supervisi klinis
1. Mengindarkan guru dari jebakan penurunan motivasi
dan kinerja dalam melakukan proses pembelajaran.
2. Menghindarkan guru dan upaya menutupi kelemahannya
sendiri melalui cara-cara dialok terbuka dengan supervisornya.
3. Menghindara ketiadaan respon dari supervisor atau
praktik profesionalyang telah memenuhi standar kompetensi dank ode etik atau
yang masih dibawa standar.
4. Mendorong guru untuk selalu daptif terhadap kemajuan
iptek dalam proses pembelajaran.
5. Menjaga konsistensi guru agar tidak kehilangan
identitas diri sebagai penyanggang profesi yang terhormat dan bermanfaat bagi
kemajuan generasi
6.
Menjaga
konsistensi prilaku guru, agar tidak masuk dalam jabatan kejenuhan professional
(bornout), bukan meningkatkannya.
7.
Mendorong guru
untuk secara cermat dalam bekerja dan berinteraksi dengan sejawat dan siswa
agar terhindar dari pelanggaran kode etik profesi guru.
8.
Menghindarkan
guru dari praktik-praktik melakukan atau mengulangi kekeliruan secara massif
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
9.
Menghindarkan
guru dari erosi pengetahuan yang sudah didapat dari pendidikan prajabatan
selama studi di perguruan tinggi.
10. Menghindarkan siswa dari praktik-praktik yang
merugikan, karena tidak memperoleh layanan yang memuaskan, baik secara akademik
ataupun non akademik.
11. Menjauhkan guru dari menurunnya apresiasi dan
kepercayaan siswa, orangtua siswa, masyarakat atau profesi yang mereka sandang.
F. Tujuan
Supervisi Klinis
1.
Menjaga
konsinstensi motivasi dan kinerja guru dalam melaksanakan proses pembelajaran
2.
Mendororng
keterbukaan guru kepada supervisior mengenai kelemahannya sendiri dalam
melaksanakan pembelajaran
3.
Menciptakan
kondisi agar guru terus menjaga dan meningkatkan mutu praktik professional
sesuai standar kompetensi dank ode etik yang telah ditetapkan
4.
Menciptakan
kesadaran guru tentang tanggung jawab terhadap pelaksanaan pembelajaran yang
berkualitas, baik proses maupun hasilnya
5.
Membantu guru
untuk senaantiasa memperbaiki dan meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan,
teknologi, wawasan umum dan keterampilan khusus yang diperlukan dalam
pembelajaran
6.
Membantu guru
untuk dpat menemukan cara pemecahan masalah yang ditemukan dalam proses
pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas
7.
Membantu guru
untuk dapat menemukan cara pemecahan masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran,
sehingga bena-benar meberi nilai tambah bagi siswa dan masyarakat
8.
Membantu guru
untuk mengembangkan sikap positif terhadap profesi dalam menegmbangkan diri
secara berkelanjutan, baik secara individual
maupun kelompok, dengan cara yang dikembnagkan atau atas inisiatif
sendiri.
G. Prinsip-prinsip Supervisi Klinis
1.
Hubungan
supervisor dengan guru disadari sangat
kolegialitas yang taat asas.
2.
Setiap kelemahan dan kesalahan guru semata-mata
digunkan untuk tindakan perbaikan, tanpa secara eksplisit melabeli guru belum
professional
3.
Menumbuhkembangkan
posisi guru, mulai dari tidak
professional sampai professional sungguhan
4.
Hubungan antara
supervisor dengan guru dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel
5.
Diskusi dan
pengkajian atas umpan balik yang segera atau yang diketahui kemudian bersifat
demokratis dan didasarkan pada data hasil pengamatan
6.
Hubungan antara
supervisor dengan guru bersifat interaktif, terbuka, objektif, dan tidak
bersifat menyalahkan
7.
Pelaksanaan
keputusan atau tindakan perbaikan ditetapkan atas kesepakatan atau kerelaan
bersama.
H. Bagaimana prosedur supervisi klinis?
Pelaksanaan supervisi klinis berlangsung dalam suatu siklus yang terdiri dari tiga tahap berikut :
Pelaksanaan supervisi klinis berlangsung dalam suatu siklus yang terdiri dari tiga tahap berikut :
·
Tahap
perencanaan awal. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
1. menciptakan suasana yang intim dan terbuka
2. mengkaji rencana pembelajaran yang meliputi tujuan,
metode, waktu, media, evaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan
pembelajaran,
3. menentukan
fokus obsevasi,
4. menentukan alat bantu (instrumen) observasi, dan
5. menentukan teknik pelaksanaan obeservasi.
·
Tahap
pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan,
antara lain:
1. harus luwes,
2. tidak mengganggu proses pembelajaran,
3. tidak bersifat menilai,
4. mencatat dan merekam hal-hal yang terjadi dalam
proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan
5. menentukan teknik pelaksanaan observasi.
Tahap akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:
Tahap akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:
1. memberi penguatan;
2. mengulas kembali tujuan pembelajara.
3. mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati
bersama,
4. mengkaji data hasil pengamatan,
5. tidak bersifat menyalahkan,
6. data hasil pengamatan tidak
disebarluaskan,
7. penyimpulan,
8. hindari saran secara langsung, dan
9. merumuskan kembali
kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak lanjut proses perbaikan.
I. Komunikasi Klinis
Ada
dua sikapsupervisor pembelajaran yang mempengaruhi proses berkomunikasi, yaitu
sikap yang memnghambat dan sikap yang membantu. Dua sikap pengirim pesan yang
menghambat dan membantu proses komunikasi menurut Jack R. Gibb (1970) dalam “journal of Communication” dituangkan
berkit ini.
Sikap
menghambat
Evaluasi
Penguasaan
Manipulasi
Tidak memperhatikan
Bersikap super
kaku
|
Sikap
membantu
Deskripsi
Permasalahan
Spontanitas
Member perhatian
Menyamakan diri
Luwes
|
Evaluasi-Deskripsi
Supervisor
yang cenderung meberi penilaian terhadap guru binaannya akan menghadapi reaksi
yang defensive dari penerima pesan itu. Sebaliknya, supervisor yang memeberi
penjelasan secara deskriptif akan memeperoleh respon positif dari guru
binaannya.
Penguasaan-Permasalahan
Supervisor
yang bersikap sebagai penguasa atau pimpinan yang otoriter, akan membuat guru
binannya menjadi imperior dan defensive. Supervisor yang berbicara bersifat
ingin memecahkan berbagai masalah akan disambut secara positif dan konstruktif
oleh guru yang disupervisi.
Manipulasi-Spontanitas
Supervisor
selaku penyampaian pesan yang bernada manipulative atau bersikap “ada udang di
balik batu” akan disambut dengan sikap negative oleh guru dan tidak mungkin
menciptakan suasana kuminkatif antar
sesama mereka.
Tidak memperhatikan-Memperhatikan
Sikap
dingin supervisor atau penyampai informasi akan ditanggapi oleh guru sebagai
penerima informasi secara tidak penuh dan dengan demikian komunikasin tidak
penuh dengan demikian komunikasi tidak akan berjalan secara efektif.
Bersikap-Menyamakan
diri
Penyampai
pesan atau supervisor yang berlagak angkuh atau superiorvtidak akan dapat
menyampaikan informasi secara baik kepada guru sebagai penerima pesan, karena
maereka akan mempunyai kesan, bahwa supervisor hanya menampakkan egonnya.
Kaku-Luwes
Supervisor
yangb hanya berusaha menawarkan keputusan-keputusan sendiri dengan dalih mau
dlihat bersikap demokratis akan membuat guru atau penerima informasi jadi
negative. Jika supervisor bersikap luwes maka guru akan menerima secara luwes
juga.
Ketidakmampuan supervisor
pembelajaran tersebut akan menyebabkan dia maupun guru tidak memperoleh
kepuasan akibat tidak adanya perasaan saling mempercayai nsatu sama lain.
Factor-factor yang menyebabkan komunikasi antara supervisor pembelajaran dan
guru adalah:
1. factor
psikologis, yaitu persepsi dan penapsiran guru yang dibina terhadap stimulus
yang ada dari supervisor ditentukan oleh tingkatan emosi dan sifat pribadi
seorang supervisornya
2. factor
biofisikal,
3. factor
psikofisikal
4. factor
sosiokultural
dan masih banyak lagi.